Kematian Gengis Kan adalah salah satu misteri sejarah terbesar yang hingga kini belum sepenuhnya terpecahkan. Meskipun kehidupan dan pencapaian penakluk ini yang mendirikan Kekaisaran Mongol pertama sekitar 800 tahun yang lalu diketahui dengan rinci, kematiannya dan pemakamannya dikelilingi oleh legenda dan kontroversi.
Banyak versi tentang kematiannya, serta keadaan rahasia pemakamannya, telah memicu spekulasi, teori, dan mitos yang bertahan hingga saat ini.
Beberapa sumber menyatakan bahwa ia meninggal karena jatuh dari kuda, sesuatu yang tidak mungkin mengingat bahwa ia adalah seorang penunggang kuda yang luar biasa. Yang lain berpendapat bahwa ia meninggal akibat luka perang atau karena terjangkit tifus. Salah satu sumber yang paling terkenal adalah Marco Polo, yang dalam karyanya "Perjalanan Marco Polo", menulis bahwa Khan meninggal setelah menerima panah di lututnya selama pengepungan sebuah kastil bernama “Caaju”.
Penguburan dan Kekerasan
Kematian Genghis Khan tidak hanya merupakan sebuah teka-teki, tetapi pemakamannya juga ditandai oleh kekerasan. Sebelum meninggal, Khan meminta agar pemakamannya dilakukan secara anonim dan tanpa tanda apapun yang menunjukkan lokasi. Dipercaya bahwa jasadnya dipindahkan ke Mongolia, kemungkinan ke daerah tempat ia dilahirkan, meskipun tidak ada kepastian mutlak tentang hal ini.
Menurut legenda, untuk menjaga kerahasiaan tempat peristirahatan abadi, semua peserta pemakaman, sekitar 2.000 orang, dibunuh oleh sekelompok 800 tentara yang bertanggung jawab mengangkut jenazah selama sekitar 100 hari.
Setelah Khan dimakamkan, dikatakan bahwa para tentara yang bertugas mengangkutnya juga dieksekusi untuk memastikan tidak ada saksi yang tersisa dari pemakamannya. Tindakan kekerasan ekstrem ini bertujuan untuk melindungi tempat suci tersebut, dan mencerminkan pentingnya anonim dan privasi dalam konteks budaya Mongolia.
Zona Terlarang dan Artinya
Salah satu kunci yang dapat menjelaskan misteri tentang makam Genghis Khan adalah penciptaan “Zona Terlarang” atau “Tabu Besar” (Ikh Khorig, dalam bahasa Mongolia) yang ditetapkan tidak lama setelah kematiannya.
Zona ini, seluas sekitar 240 km² di sekitar gunung suci Burkhan Khaldun, dibatasi atas perintah keturunannya dengan tujuan untuk melestarikan tempat pemakaman Khan dan mencegah pengotoran. Selama berabad-abad, area ini sepenuhnya dibatasi, dan memasuki area ini berarti hukuman mati bagi siapa saja yang bukan bagian dari keluarga kerajaan.
Wilayah tersebut dilindungi oleh suku Darkhad, yang menjaga keamanan tempat tersebut sebagai imbalan atas hak istimewa tertentu. Rasa hormat dan ketakutan terhadap Zona Terlarang ini tetap ada bahkan di bawah rezim komunis di Mongolia, yang takut bahwa eksplorasi area tersebut dapat membangkitkan kembali perasaan nasionalis Mongolia.
Warisan dan Pelestarian Misteri
Saat ini, gunung Burkhan Khaldun dan sekitarnya merupakan bagian dari Warisan Dunia UNESCO dan dilindungi dengan nama Zona Terlindungi Ketat Khan Khentii. Area ini, yang mencakup sekitar 12.270 km², dianggap sebagai tempat pemujaan dan, menurut tradisi, setiap aktivitas yang bukan ritual pemujaan dilarang.
Pelestarian lanskap yang murni ini dan kurangnya peta rinci di wilayah tersebut memperkuat gagasan bahwa tempat peristirahatan Gengis Khan masih dilindungi oleh rahasia yang telah bertahan selama berabad-abad.
Enigma yang mengelilingi kematian dan pemakaman Gengis Khan tidak hanya mengungkap kompleksitas sosok sejarahnya, tetapi juga mengundang kita untuk merenungkan hubungan antara kekuasaan, kematian, dan warisan budaya dalam masyarakat kuno. Selama berabad-abad, kisahnya telah meninggalkan jejak tak terhapuskan dalam ingatan kolektif Mongolia dan dunia.